MAKALAH
SEKULARISME
DAN LIBERALISME DALAM PENDIDIKAN
Dosen
pengampu: Fahmi Irhamsyah, M.Pd, CPD
Disusun oleh :
1.
Khairinnisa Habibah 220410214
2.
Khoirun Nisa 220410215
3.
Samsiah 220410226
4.
Pipih 220410231
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
FATAHILLAH
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
Alamat : Kp. Tengah, RT.03/RW.06, Cipeucang, Kec. Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16820
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah FILSAFAT
dengan Dosen pengampu Bapak Fahmi Irhamsyah, M.Pd, CPD.Dengan judul makalah: Sekularisme
dan Liberalisme dalam Pendidikan.
Makalah ini dibuat dengan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu kami menyelesaikan setiap rintangan
serta hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada pihak pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca
untuk memberikan kritik serta saran yang dapat membangun agar kelak kami bisa
menyusun pembuatan makalah selanjutnya dengan sebaik baiknya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Klapanunggal,
26 November 2022
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syed Muhammad Naquib al-Attas menyatakan
bahwa kemunculan sekularisasi adalah hasil dari sejarah pengalaman Barat untuk
mendamaikan antara filsafat dan agama. Antara pandangan alam yang semata-mata
berdasar pada pandangan akal jasmani, dan pandangan alam yang semata-mata
berdasar pada pandangan indera khayali.[1]
Sekularisme ialah sebuah paham dimana
paham ini hanya mengedepankan pada kebendaan semata dan memisahkan antara
kehidupan di dunia dengan akhirat. Sekularisme ialah sebuah ideologi yang
bermula muncul dari dunia Barat yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru
dunia termasuk dunia Islam tak terkecuali di Indonesia. Adapun tujuan dari paham
ini ialah, untuk memisahkan antara urusan manusi dengan urusan Tuhan dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks pendidikan dengan membawa tiga
komponen utama; yaitu Penidak-keramatan alam, desakralisasi politik dan
dekonsekrasi nilai-nilai.
Selain dari paham sekularisme, ada juga paham
liberalisme. Yang mana paham ini adalah sebuah ajaran yang mengagungkan
kebebasan individu dalam mengekspresikan dan mengeksplorasi kemampuan berpikir
dengan baik, sehingga diharapkan akan lahir pemikiran-pemikiran yang orisinal
dan dapat mengembangkan sebuah keilmuan seperti ilmu sains dan teknologi ke
dalam dunia pendidikan Islam. Makalah ini dibuat untuk mengungkapkan dan
menggali mengenai sekularisme dan liberalisme didalam dunia pendidikan.
1.2 Rumusan
Masalah
2.1
Apa itu pengertian sekularisme, bagaimana sejarah nya, dan hubungan nya dalam
pendidikan?.
2.2
Apa itu ideologi paham sekular dan apa saja ciri-cirinya?.
2.3
Apa itu pengertian liberalisme, bagaimana sejarah nya, dan hubungan nya dalam
pendidikan?.
2.4
Bagaimana paham sekularisme dan liberalisme menyebar di Indonesia?.
1.3 Tujuan Makalah
3.1
Menjelaskan mengenai pengertian, sejarah serta hubungan sekularisme dengan
pendidikan.
3.2 Menjelaskan mengenai ideologi paham
sekular beserta ciri-cirinya.
3.3 Menjelaskan mengenai pengertian,sejarah
,serta hubungan liberalisme dengan pendidikan.
3.4 Menjelaskan mengenai penyebaran paham
sekularisme dan liberalisme di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sekularisme, Sejarah dan Pengaruhnya Bagi Pendidikan
a.
Pengertian Sekularisme
Secara
etimologi sekularisme berasal dari bahasa latin, saeculum yang memiliki
arti waktu tertentu atau tempat tertentu. Atau lebih tepatnya menunjukkan
kepada waktu sekarang dan di sini, di dunia ini. Sehingga, sungguh tepat jika saeculum
disinonimkan dengan kata wordly dalam bahasa inggrisnya. Maka
sekularisme secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat
kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini . Sekularisme ialah sebuah
gerakan yang menyeru pada kehidupan duniawi tanpa ada campur tangan urusan
agama.
Dalam Webster Dictionary sekularisme
didefinisikan sebagai, “A system of doctrines and practices that rejects any
form of religious faith and worship.” ( Sebuah system doktrin dan praktik yang
menolak bentuk apa pun dari keimanan dan peribadatan).[2]
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa sekularisme
adalah “paham atau pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak
perlu didasarkan pada ajaran agama.” Dengan kata lain ssekularisme ini ialah
sebuah paham keduniaan dan kebendaan yang menolak agama sama sekali. Yusuf
al-Qardhawi, menambahkan bahwa sekularisme, dalam bahasa Arab bukanlah
“al-’Ilmaniyyah” melainkan “al-Ladiniyyah” atau “alLa’aqidah“, namun penggunaan
“al-’Ilmaniyyah” adalah untuk mengelabui umat Islam, karena kalau diterjemahkan
kepada “al-Ladiniyyah” atau “alLa’aqidah“, umat Islam pasti akan menolaknya,
karena itu, sungguh jahatlah penterjemahan sekular kepada istilah
“al-’Ilmaniyyah” . [3]
Dari beberapa penjabaran diatas maka
dapat disimpulkan, bahwa sekularisme ialah faham yang memisahkan antaran urusan
dunia dengan urusan agama atau akhirat dalam berbagai sudut pandang kehidupan, baik
dari segi politik, agama, pendidikan, sosial, budaya serta kehidupan lainnya. Sekularisme
memberikan kebebasan dari aturan-aturan keagamaan serta memberikan toleransi
yang tidak terbatas, termasuk juga antar agama.
b. Sejarah Munculnya Sekularisme
Sejarah lahirnya sekularisme ialah akibat
westernisasi (pembaratan) ajaran Nabi Isa. Sebagaimana diketahui pada awalnya
ajaran Nabi Isa itu masih orisinil, yakni ajaran tauhid. Banyak orang tidak
menyenanginya sehingga pengikut Nabi Isa selalu dikejar-kejar dan hidup tertekan
mencapai rentang waktu sekitar 200 tahun lamanya.
Muncul istilah sekularisme dan fahamnya ialah
setelah terjadinya pengekangan oleh
gereja yang menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Pihak gereja Eropa
telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll. yang
mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja. Pihak
gereja saat itu sangat menentang adanya penemuan yang bertentangan dengan
ajaran yang sudah diberikan.
Di samping itu bahwa lahirnya
sekularisasi juga dilatar belakangi oleh penolakan terhadap dogma-dogma gereja
yang cenderung memusuhi rasionalitas dan pengetahuan. Pemberangusan kaum
rasionalis oleh gereja dengan mengatasnamakan pembasmian terhadap gerakan
heretic (bid’ah) dikemudian hari justru mengakibatkan perubahan radikal
struktur masyarakat pada abad pertengahan. Lebih dari itu, gerakan ini juga
diikuti oleh perubahan-perubahan yang menyangkut aspek-aspek idealitas gereja.
Gejala-gejala inilah yang oleh Henri Pirene sebagaimana dikutip oleh Syamsuddin
Ramadhan mengatakan bahwa gejala-gejala inilah yang kemudian mempercepat
terjadinya proses sekularisasi.
Konsep sekularisme pada hakikatnya akan
menyebabkan resistensi dari umat beragama dalam meninggalkan jati diri mereka.
Karena sekularisme akan menghadirkan manusia yang memiliki kebebasan berpikir
dan bertindak. Hassan Hanafi (2003: 103) menyatakan bahwa manusia akan berada
dalam dimensi transisi antara kehidupan sekarang dan akan datang. Sehingga
manusia akan berusaha untuk menata masa depan dengan kerja keras di masa
sekarang ini. Namun kadang kala manusia mengenyampinkan dalam menikmati masa
kini demi mengejar masa depan. Realitas yang terjadi terhadap manusia yang
memiliki orientasi tersebut mengakibatkan dirinya tidak menikmati masa kini dan
masa depan yang terus mengalami perubahan.
Diabad pertengahan, bagi masyarakat pada
umumnya menganggap gereja memiliki pengaruh yang cukup kuat dan peran sentral
bagi kehidupan. Dimana pihak gereja menguasai setiap ranah dari kehidupan
masyarakat. Semua aspek kehidupan harus berdasar pada Al kitab(injil), selain
dari panduan Alkitab maka dianggap salah. Di tengah kondisi yang timpang
itulah, timbul kesadaran baru ditengah-tengah masyarakat kota untuk merubah
kondisi ini. Gejala ini kemudian diikuti dan dilanjutkan dengan serentetan
protes dan perlawanan sosial yang menentang dominasi dan eksploitasi kaum
gereja yang melibatkan diri dalam hubungan feodalistik dengan kaum bangsawan,
eksploitasi atas nama kekuasan dan agama, serta sikap yang merendahkan rakyat
jelata.
Protes dan gerakan anti gereja tidak
hanya muncul diranah sosial, tapi juga merambah kawasan biara. Protes bermula
dari biara Benedict, di Cluny yang kemudian dikenal dengan “ Reformasi Cluny”.
Gerakan ini menentang praktek-praktek menyimpang para pendeta, moralitas serta
arogansi kaum pendeta di biara. Pada tahun 1073 meletus sebuah peristiwa “
pembaharuan hildebrande” . Perlawanan ini dilatar belakangi oleh pemberontakan
melawan kemapanan dan sikap eksploitatif kaum gereja. Gerakan-gerakan inilah
yang kemudian menuntut terjadinya proses reformasi dan sekularisasi, yaitu
pemisahan gereja dengan kekuasaan yang feodalistik. [4]
Dari gerakan inilah yang kemudian
membangkitkan semangat sekularisasi di dunia Barat. Dan dari semenjak peristiwa
inilah mereka beranggapan bahwa agama harus dipisahkan dari urusan kekuasaan
dan Negara, bahkan harus dipisahkan dari kehidupan umat manusia.
Namun hal yang dianggap menjadi tonggak
sejarah muncul dan berhasilnya gerakan sekularisasi adalah Revolusi Perancis
(1789 M). Sejak saat itu mulailah bermunculan kaum intelektual secular yang
ide-idenya menjungkir balikkan nilai-nilai keagamaan, seperti: Spinoza, Darwin,
Nietzhe, Durkheim, Freud, Marx.
Dalam perjalanannya, Paham ini terus
menular dan mulai memasuki dunia Islam pada awal kurun ke 20. Turki merupakan
negara pertama yang mengamalkan paham ini di bawah pimpinan Kamal Artartuk.
c. Sekularisme dalam Dunia Pendidikan
Didalam dunia pendidikan sekularisme
merupakan upaya menyampingkan antara pemahaman agama dengan pembelajaran. Pada
akhirnya sekularisme mencoba dalam mengatur tataran budaya pendidikan yang
meniscayakan pada kebebasan dalam mengeksplorasi bebagai kegiatan pendidikan.
(Ahmad Syafii Maarif, 1985: 39). Sehingga pendidik hanya bertugas sebagai
mediator dan tidak lagi menjadi faktor determinan dalam pandidikan.
Sekularisme di dalam dunia pendidikan
akan memberikan berbagai dampak positif dan negatif dan dapat berpotensi pula
menjadi sebuah kelemahan yang akan menyebabkan terpuruk nya ranah pendidikan.
Di sisi lain sekularisme juga dapat menjadi penguat untuk mendorong peningkatan
dan perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam
mendapatkan peluang dalam memanfaatkan konsep sekularisme dalam dunia
pendidikan dengan memaksimalkan berbagai potensi yang dapat mendorong kemajuan
pendidikan.
Sekularisme tidak boleh dipandang hanya
dari sisi negative, tetapi sekularisme dalam pendidikan dalam perspektif
filsafat Islam dipandang dari segi positif yang berdampak pada upaya dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Pada hakikatnya esensi sekularismen mencoba
untuk menutup setiap tabir penghalang terhadap pengingkatan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, esensi sekularisme dalam dunia pendidikan harus mendapatkan
pengawalan dan control yang ketak. Sehingga tidak membawa dampak negative yang
berpotensi merusak moral berbagai unsur yang terdapat dalam dunia pendidikan.
Sekularisme pada dasarnya mencoba untuk
memanfaatkan masa sekarang ini untuk meramalkan kondisi masa depan. Sehingga
pendidikan dapat mengupayakan berbagai muatan yang dapat mendorong peserta
didik untuk dapat memprediksikan kemampuan yang akan diperolen melalui akses
pendidikan yang dapat bermanfaat untuk masa depan peserta didik, baik dalam
menciptakan lapangan kerja, maupun dalam mendapatkan lapangan pekerjaan
berdasarkan pada potensi atau harapan yang diinginkan.
Upaya dalam memanfaatkan konsep dan
orientasi sekularisme dalan dunia pendidikan akan mengantarkan terwujudnya
capaian pendidikan Islam. Karena orientasi sekularisme meniscayakan pada
perkembangan ilmu pengetahuan melalui berbagai cara, tanpa memerhatikan nilai
agama.
Agama bukan diletakkan sebagai ruh dari
semua mata pelajaran yang ada. Agama memiliki ruang tersendiri, sementara
pelajaran lain berada di tempat yang lain lagi. Keterpisahan ini semakin
menegaskan ada paradigma keliru yang melandasi struktur kurikulum dan proses
penyelenggaraannya dalam sistem pendidikan nasional di negeri ini.[5]
2.2 Idiologi Paham
Sekular dan Ciri-Cirinya
Menurut
al-Attas, secara umum bahwa sekularisme memiliki tiga komponen integral,
diantaranya: Penidak-keramatan alam, desakralisasi politik dan dekonsekrasi
nilai-nilai.
a.
Penidak-keramatan alam
Yang
dimaksud dengan penidak-keramatan alam adalah pembebasan alam dari nada-nada
keagamaan, memisahkannya dari Tuhan dan membedakan manusia dari alam itu.
Sehingga sekularisme totalistik menganggap alam sebagai milik manusia
sepenuhnya yang bisa digunakan semaunya, yang dengan demikian membolehkannya
untuk berbuat bebas terhadap alam, dan memanfaatkannya menurut kebutuhan dan
hajat manusia. Alam menurut paham ini sama sekali tidak mempunyai nilai-nilai
sakral bahwa alam sebenarnya adalah ciptaan Tuhan yang selanjutnya manusia
ditugaskan sebagai penjaga untuk melestarikannya. Dari penidak-keramatan alam
ini sebenarnya mendorong terlahirnya faham atheisme atau yang sedikit lebih
halus dari atheisme, yaitu agonitisisme.
b.
Desakralisasi Politik.
Yang
dimaksud dengan desakralisasi politik adalah penghapusan legitimasi sakral
kekuasaan politik, sebagaimana yang dipraktekan oleh kristen barat di masa lalu
yang menganggap kekuasaan politik sebagai warisan Tuhan sehingga ada dogma yang
menyatakan bahwa menghianati penguasa berarti menghianati Tuhan. [6] Hal
itulah yang mendorong lahirnya sekularisme dengan desakralisasi politik sebagai
salah satu komponennya.
c.
Dekonsekrasi Nilai
Yang
dimaksud dengan dekonsekrasi nilai adalah pemberian makna sementara dan relatif
kepada semua karya-karya budaya dan setiap sistem nilai termasuk agama serta
pandangan hidup yang bermakna mutlak dan final.
Karena
secara materi manusia selalu berubah, maka begitu pula dengan nilai-nilai yang
ada akan sesuai sifat materi manusia yang tidak permanent. Pernyataan yang
hampir senada juga disampaikan oleh Ismail alFaruqi bahwa ciri-ciri sekular
sebagai berikut :
1. Suatu
fahaman yang merujuk kepada penafian terhadap hal-hal kerohanian.
2.
Penolakan terhadap kewibawaan unsur-unsur kerohanian .
3. Penafian
tentang adanya hidup yang tetap (akhirat).
4.
Pemisahan di antara agama dan nilai kerohanian dengan pemerintahan dan
kehidupan keduniaan.
5.
Kekuasaan sebagai kebebasan mutlak untuk merencana dan menyusun dasar hidup
manusia seterusnya melaksanakannya sendiri tanpa apa-apa pergantungan dan
hubung kait dengan Tuhan.
6. Gereja
dan institusi agama hanya terbatas kepada perkaraperkara yang berhubung dengan
masalah ketuhanan sahaja.[7]
2.3 Pengertian
Liberalisme, Sejarah dan Pengaruhnya Bagi Pendidikan
a.
Pengertian Liberalisme
Liberalisme
secara etimologi berasal dari bahasa Laten "Liberr', yang artinya bebas
atau merdeka. Hingga akhir abad ke-18 Masehi, istilah ini masih terkait dengan
konsep manusia merdeka sejak lahir, ataupun setelah dibebaskan dari perbudakan
( Achrnad Satori,2005,5). Liberalisme adalah satu paket dengan ideologi
kapitalisme. Liberalisme sendiri lahir dari masyarakat sakit Eropa pada abad
Kegelapan.
Dalam
perspektif filsafat, liberalisme berarti sistem atau aliran yang menjunjung
tinggi kebebasan dan kemerdekaan individual dan memberikan perlindungan dari
segala bentuk penindasan. Lawan aliran ini adalah absolutisme kekuasaan,
depotisme atau aliran otoriter. Liberalisme dalam bidang ekonomi adalah aliran
yang memberikan kepada individu secara bebas untuk melakukan aktivitas ekonomi
tanpa ada infiltrasi negara dalarn kehidupan ekonomi. Di antara pendukung
aliran ini adalah Adam Smit pada abad XVIII. Aliran ini adalah lawan dari
aliran sosialisme dan komunisme.
Menurut Lewis, liberalisme Islam, dalam
manifestasinya yang mutakhir adalah merupakan bagian dari liberalisme global.
Liberalisme di sini diartikan sebagai paham yang menjunjung tinggi kebebasan
individu, terutama dari negara. Dengan menjunjung tinggi asas kebebasan
individu ini, maka setiap warga negara memiliki hak-hak asasi manusia di segala
bidang kehidupan, politik, ekonomi, sosial dan kultural.
b. Sejarah Liberalisme
Mulanya
paham liberalisme dilahirkan dan dikembangkan di Eropa untuk membebaskan
manusia dari penindasan manusia lainnya. Kemudian dikembangkan menjadi paham
yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada manusia, termasuk untuk
mendustai ajaran agamanya.
Dari itu dapat dipahami bahwa liberalisme
sebagai sebagai sebuah paham pada awal mulanya adalah dalam bidang politik
untuk memberikan kebebasan dan hak kepada individu, di mana saat itu hampir
semua kekuasaan dipegang oleh raja dan penguasa.Liberalisme kemudian berkembang
juga dalam bidang politik yang memberi kebebasan kepada individu untuk
mengembangkan ekonomi tanpa campur tangan negara. Liberalisme ini kemudian juga
berkembang dan menyentuh pemikiran keagamaan. Liberalisme dalam pemikiran
keagamaan ini memberikan kebebasan kepada individu untuk berpikir secara kritis
dan logis tanpa dibelenggu oleh doktrin dan dogma. Manusia diberi kebebasan
intelektual untuk mengkaji segala bentuk ajaran yang selama ini dianggap pakem
dan tidak boleh diotak-atik, dengan pandangan akal yang logis dan bersifat
sistematis. Pemikiran yang hanya mendasarkan kepada akal ini pada gilirannya
melabrak ajaran dan nilai keagamaan yang telah berkembang dan hidup dalam
masyarakat beragama.
Islam mengakui, bahwa fitrah manusia secara
ontologis adalah menjadi subjek yang bertindak sesuatu dan selalu megubah
dirinya. Dengan demikian, bergerak menuju kemungkinankemungkinan yang selalu
baru bagi kehidupan yang lebih kondusif dan relistis. Dengan demikian
pendidikan seharusnya selalu memberikan opsi-opsi kebebasan pada manusia guna
menata dan menetapkan cara-cara berfikir dan prilaku yang konstruktif, inovatif
dan produktif.
c. Liberalisme dalam dunia pendidikan
Harus diakui bahwa dunia Barat
berkepentingan untuk melakukan liberalisasi dalam dunia pendidikan Islam. Hal
ini dilakukan untuk mencetak intelektual muslim yang pro terhadap pemikiran dan
kepentingan Barat dalam segala aspeknya. Modus intervensi Barat dalam
liberalisasi pendidikan Islam diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Intervensi kurikulum
Kurikulum sebagai panduan untuk membentuk
produk pemikiran dan perilaku pelajar/mahasiswa menjadi salah satu sasaran
intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu maupun syariah Islam menjadi
obyek liberalisasi yang tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam diarahkan pada
penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme agama yang memandang
semua agama adalah benar. Liberalisasi konsep wahyu ditujukan untuk menggugat
otentisitas (keaslian) al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah. Adapun
liberalisasi syariah Islam diarahkan pada penghancuran hukum-hukum Islam dan
penghapusan keyakinan umat terhadap syariah Islam sebagai problem solving bagi
permasalahan kehidupan manusia.
2. Bantuan pendidikan
dan Beasiswa
The Asia Foundation telah mendanai lebih
dari 1000 pesantren untuk berpartisipasi dalam mempromosikan nilai-nilai
pluralisme, toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di
seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF memberikan pelatihan kepada lebih dari 564
dosen yang mengajarkan pelatihan tentang pendidikan kewarganegaraan yang kental
dengan ide liberalis-sekular untuk lebih dari 87.000 pelajar. Fakta lain, AS
dan Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih mengembangkan pendidikan
Indonesia. Padahal, menurut sumber diplomat Australia yang dikutip The
Australian (4/10/2003), sumbangan tersebut dimaksudkan untuk mengeliminasi
‘madrasah-madrasah’ yang menghasilkan para ’teroris’ dan ulama yang membenci
Barat.
3. Pembentukan Jaringan
Intelektual Muslim yang
Menyuarakan Liberalisasi Pemikiran Islam
Jaringan intelektual ini diwakili oleh Jaringan Liberal yang berlabelkan Islam,
bekerjasama dengan para intelektual, penulis dan akademisi dalam dan luar
negeri. Misalnya, Jaringan Islam Liberal (JIL) yang banyak menyuarakan
kekebasan berpikir dan pentingnya menginterpretasi ulang ajaran Islam.
Sasaran pembentukan Muslim moderat
diprioritaskan dari kalangan intelektual Muslim dan ulama. Alasannya, karena
intelektual Muslim dinilai memiliki peran strategis, baik dalam menentukan
kebijakan pemerintah maupun peluang memimpin, sedangkan ulama dinilai memiliki
pengaruh di tengah-tengah masyarakat akar rumput, di samping sebagai pelegitimasi
hukum terhadap berbagai fakta baru yang berkembang.Namun demikian, liberalisasi
tersebut tidak sepenuhnya harus dihindari. Berbagai bantuan dan fasilitas dari
Barat mesti digunakan sebaik-baiknya dalam pengembangan pemikiran dan keilmuan Islam.
Terlepas hal tersebut merupakan modus atau bukan, yang pasti dalam beberapa
hal, Barat memang pusat peradaban dunia saat ini. Makanya pada yang sebenarnya
tidak salah apabila umat Islam belajar kepada mereka.
2.4 Penyebaran Paham
Sekularisme dan Liberalisme di Indonesia
a. Penyebaran Paham
Sekularisme
Pendidikan merupakan media yang sangat
penting dalam menanamkan nilai-nilai islami dalam setiap individu, bahkan ia
merupakan agen yang paling penting dalam mensosialisasikan doktrin dan ide-ide
Islam.Namun sejak kedatangan Belanda ke Indonesia dengan berbagai misinya,
telah mampu memporak-porandakan peradaban bangsa Indonesia dari bangsa yang
memiliki peradaban tinggi berdasarkan nilai Islam, semua system sosial pun
mengalami perubahan yang cukup signifikan, sehingga budaya gotong royong bangsa
ini semakin terkikis dan berubah menjadi sikap individualistik. Hal lain yang
juga sangat terasa adalah persoalan pendidikan, dimana mereka memanfaatkan
media pendidikan untuk melakukan hegemoni kekuasaan, yang dalam prakteknya
akses pendidikan hanya diperuntukkan kepada keturunan Belanda sendiri atau
pribumi yang memiliki darah atau garis keturunan bangsawan, inilah awal dari
komersialisasi pendidikan di Indonesia. Di samping itu, Belanda juga menanamkan
sistem sekularisme dalam dunia pendidikan, dengan memisahkan kehidupan agama
dengan dunia, dan pendidikan agama dengan pendidikan umum, yang kemudian
melahirkan sistem pendidikan baru di Indonesia.
Sebutan Sekolah merupakan model
pendidikan yang diterapkan oleh Belanda, padahal di Indonesia telah ada model
pendidikan, seperti surau, langgar, padepokan, dan sampai kepada Pesantren,
kehadiran model pendidikan Sekolah secara tidak langsung telah menjadi anti
tesa dari model pendidikan di Indonesia, sehingga kesan yang muncul adalah
pendidikan seperti pesantren dianggap pendidikan Tradisional sedangkan sekolah
dianggap modern.
Sekularisasi pendidikan tampil dengan
gagasan ”politik asosiasi”. Politik ini bertujuan utuk menciptakan suatu negara
Belanda, dengan cara mempromosikan sistem pendidikan baru dalam skala luas yang
berbasis kenetralan terhadap agama, yang bertujuan untuk memutus kaitan antara
kaum terpelajar dengan pengetahuan dan komunitas keagamaan.
Revolusi kemerdekaan Indonesia hanyalah mengganti
rezim penguasa, bukan mengganti sistem atau ideologi penjajah. Pemerintahan
memang berganti, tapi ideologinya tetap sama yaitu sekular.Sejalan dengan itu,
maka faham sekularisme terus berkembang dan masuk dalam semua ranah kehidupan,
bahkan setelah Indonesia merdekapun paham sekuler terus mendapat tempat dan
dikembangkan oleh pemerintah Indonesia, dimana pendidikan agama yang dimasukkan
dalam kurikulum hanya beberapa jam saja, dan yang lebih menyedihkan lagi adalah
pemisahan antara pendidikan agama dan umum, yang hingga saat ini terus
dipraktekkan.
b. Penyebaran Paham
Liberalisme
Istilah Pemikiran Islam Liberal telah
mendapatkan popularitas di kalangan masyarakat Islam terpelajar di Indonesia,
termasuk orang-orang yang berpendapat kontroversi terhadapnya. ada empat tokoh
Islam Liberal di Indonesia, yaitu Abdurrahman Wahid, Ntucholis Madjid, Ahmad
Wahib dan Djohan Efendi. Sebenarnya bukan Islam sebagai agama yang liberal,
tetapi orang-orang yang memahami Islam dengan pemikiran yang liberal menjadikan
hasil peraturannya juga liberal. Pemikiran liberal itu nampaknya
dikontroversikan sebagai perimbangan pemahaman Islam yang ekslusif. Tokoh-tokoh
Islam Liberal di Indonesia kemudian menjadikan sekularisasi sebagai program
penting gerakan liberalisasi Islam.
Paham gerakan Islam Liberal bukan hanya
mempe juangkan negara sekuler dan menolak syariat Islam, tetapi mereka juga
sudah menyanggah aqidah Islam. Sebagai contoh, kelompok liberal Islam sering
mengatakan bahwa Islam bukanlah satu-satunya agama yang benar, semua agama
adalah sama. Mencermati fenomena sekularisasi-liberalisasi di Indonesia seperti
itu, boleh dikatakan bahwa negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia ini
sedang mengalami proses penghancuran aqidah secara besar-besaran. Seperti Ahmad
Wahib memiliki pandangan yang sangat jauh mengenai pemahaman Islam sebagai
pesan mumi dari Tuhan. Wahib sama sekali tidak mengidentilkasikan al-Qur'an
sebagai Islam, tetapi hanya salah satu saja dari bentuk-bentuk Islam. al-Qur'an
hanyalah sebagai bingkai yang memberikan arti Islam secara spesifik, parsial
dan kondisional. Maka secara tegas Wahib memisahkan antara pesan universal
Islam dengan suatu budaya setempat (budaya Arab), dan al-Qur'an adalah produk
budaya Arab.
Dalam melawan penyebaran paham pluralisme
agama, liberalisme dan sekularisme adalah dengan menyiapkan sebanyak mungkin
cendikiawan dan ulama Islam yang mampuni dan mendirikan kampus Islam yang baik
dan berkualitas tinggi. Sebab, inti dari semua masalah ini adalah masalah
kekeliruan cara berpikir, kerancuan konsep ilmu dan pertentangan hidup mati
antara al-Hag dan alBathil.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Sekularisme
pendidikan merupakan upaya dalam menghapuskan campur tangan agama dalam dunia
pendidikan. Sehingga terbentuk pendidikan akan mengalami kekeringan nilai
spiritual yang tergerus berbagai rekayasa modernitas.
Di sisi lain bahwa sekularisme masuk dan
berkembang di Indonesia melalui penjajahan Belanda, setelah ratusan tahun
Belanda menduduki Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung
Belanda telah melakukan berbagai perubahan mendasar dan memporakporandakan
sistim sosial, agama serta pendidikan di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka
sistem ini terus diminati dan berkembang hingga saat Ini.
Liberalisme adalah paham yang memfokuskan
kepada kebebasan individu dalam segala halnya. Pada awalnya, ia
merupakankebebasan dalam berpikir dan kemudian berkembang dalam berbagai hal,
seperti politik, ekonomi, pemikiran keagamaan, dan lain sebagainya.
Liberalisasi dalam pendidikan Islam
adalah penyebaran pemikiran keagamaan liberal dalam konteks
lembaga-lembagapendidikan Islam. Modus yang terjadi adalah intervensi dalam
bidang kurikulum, pemberian beasiswa dan bantuan pendidikan, massifnya gerakan
intelektual, menyebarkan paham, dan ajaran-ajaran yang bersifat liberal dalam
dunia pendidikan Islam. Bahkan, beberapa perguruan tinggi Islam diyakini telah
menjadi tempat yang subur dalam penyebaran pemikiran liberal, sehingga
dikhawatirkan dapat menggoyahkan iman banyak orang.
Namun sebenarnya, prinsip-prinsip
liberalisme yang memberi kebebasan kepada manusia untuk bebas dalam menyampaikan
pikiran dan gagasan tidak bertentangan dengan Islam. Malah, menggunakan akal
untuk berpikir merupakan fitrah kemanusiaan. Karenanya, tidak masalah kebebasan
berpikir masuk dalam pendidikan Islam, selagi tidak keluar dari otoritas
keagamaan umat Islam berupa Al-Quran dan hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Journal of SEKULARISME; AJARAN DAN PENGARUHNYA
DALAM DUNIA PENDIDIKAN oleh JJamaluddin.
Journal of Sekularisme
Pendidikan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, oleh Baso Syafaruddin,
Muh. Harta, Ekawati Hamzah
Journal of LIBERALISME
DALAM PENDIDIKAN ISLAM, oleh Mohamad Hosnan.
Journal of LIBERALISME
DALAM PENDIDIKAN ISLAM(Implikasinya Terhadap Sistem Pembelajaran Agama Islam Di
Sekolah)Rahmat, Dosen PAI Institut Pesantren K.H Abdul Chalim
[1]
1Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur:
International Institute osf Islamic Thought and Islamic Civilization (ISTAC),
2001), 200.
[2]
Deka Kurniawan, Melengserkan Agama dari Urusan Publik, ( Surabaya :Hidayatullah
Press,2005), hal. 20
[3]
Yusuf Al-Qardhawi, Islam dan Sekularisme diterjemahkan dari buku: Al-Islam wal
Ilma’niyah wajhan lil wajhin, Cet.I, (Bandung:Pustaka Setia, 2006), hal. 66
[4]
Syamsuddin Ramadhan, Majalah Islam…, hal. 8
[5]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
[6]
M.Sayid Al-Musayyar, Ushul al-Nashraniyyah fi al-Mizan, (Kairo, t.t.), hlm. 120
[7]
Ismail R. Al-Faruqi. Islam Dan Agama Lain, Dalam Altaf Gauhar : Tantangan Islam
(terj.), (Bandung: Penerbit Pustaka,1978), hal.
No comments:
Post a Comment
Hanya anggota Blog Yang Dapat Memberikan Komentar, Komentar yang belum tampil akan dicek terlebih dahulu oleh Admin.
Terima Kasih Atas Komentarnya