Contoh Makalah Sumber Hukum Islam
Agama
Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan
sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq
Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum
islam atau syariat islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas
mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui
definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum artinya
menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih,
hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik
berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang,
sah, batal, rukhsah( kemudahan ) atau azimah.
Sedangkan
menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran
dan hadist) berupa al-wujub, al-almandub, al-hurmah, al- karahah, dan al-ibahah.
Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram,
makruh, dan mubah. Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian,
yaitu hukum taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
- Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk
melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi menjadi
lima macam, yaitu
a. Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk
dilaksanakan dan dilarang ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya
dikenai hukuman
b. An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan
suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu
dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan
tidak hukuman (dosa)
c. Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung pilihan
untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya
d. Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu
perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak
pasti sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
e. Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu
perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan
perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya mendapatkan hukuman
(berdosa).
Menurut ulama fikih pebuatan mukallaf itu jika
ditinjau dari syariat islam dibagi menjadi lima macam, yaitu :
a. Fardu (wajib), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan
hukuman (berdosa)
perbuatan wajib ditinjau dari segi orang melakukannya dibagi
menjadi dua, yaitu:
· Fardu ain, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan
oleh setiap mukallaf, seperti shalat lima waktu
· Fardu kifayah, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan
oleh salah seorang anggota masyarakat, dan jika telah dikerjakan oleh salah
seorang anggota masyarakat, maka gugur kewajiban anggota masyarakat lainnya,
seperti memandikan, mengafani, menshalatkan, dan menguburkan jenazah muslim
b. sunnah (mandub), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya tidak
mendapatkan hukuman (dosa)
perbuatan sunnah dibagi menjadi dua, yaitu:
· Sunnah ain, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan untuk
dikerjakan oleh setiap individu, seperti shalat sunnah rawatib
· Sunnah kifayah, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan
dikerjakan oleh salah seorang atau beberapa orang dari golongan masyarakat,
seperti memberi salam, mendoakan muslim atau muslimat
c. Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya
berdosa dan akan dihukum, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan
pahala, seperti: bezina, mencuri, membunuh
d. Makruh, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya
tidak berdosa, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala, seperti:
meninggalkan shalat Dhuha
e. Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh
ditinggalkan, seperti: memilih warna pakaian penutup auratnya.
- Hukum Wa’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa
terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu
(hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum waid’iy itu terdiri
dari tiga macam, yaitu:
a. Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang
dijelaskan dalam nas (Alquran dan hadist), bahwa keberadaannya menjadi
sebab tidak adanya hukum. Seperti: tergelincirnya matahari menjadi sebab
wajibnya shalat zhuhur, jika matahari belum tergelincir maka shalat zhuhur
belum wajib dilakukan
b. Syarat, yaitu sesuatu yang berada diluar hukum syara’,
tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung padanya, jika syarat tidak ada
maka hukum pun tidak ada. Seperti: genap satu tahun (haul) adalah syarat
wajibnya harta perniagaan, jika tidak haul maka tidak wajib zakat perniagaan
c. Penghalang (mani), yaitu sesuatu yang keberadaannya
menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab hukum. Seperti: najis
yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang melaksanakan shalat
menyebabkan shalatnya tidak sah atau menghalangi sahnya shalat.
Melalui
penjelasan singkat mengenai pengertian hukum islam atau syariat islam tadi
barulah kita mengerti pengertian hukum islam. Yang dimaksud sebagai sumber
hukum islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian
sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau
pedoman syariat islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber
utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW
bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak
akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab
Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan
ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh
hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan
manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan
dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada
saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang
lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah
SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah
(hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan
urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu sumber ajaran islam yang primer (Alquran dan hadist)
dan sumber ajaran islam sekunder (ijtihad). Pembahasan mengenai karakteristik
masing-masing sumber ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1.1.
Alqur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a,
yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u)
dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat),
Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para
Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik,
Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab,
merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah
ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
· Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua
kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya
· Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi
dari kepercayaan ajaran tauhid
· Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang
percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang
mengingkari
· Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam
menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang
yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar
hukum, sebagai berikut:
· Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah
manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan.
Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
· Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan
lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut
hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Fikih.
· Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan
perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau
makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan
khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
· Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya
salat, puasa, zakat, dan haji
· Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan
alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat
adalah sebagai berikut:
· Hukum munakahat (pernikahan).
· Hukum faraid (waris).
· Hukum jinayat (pidana).
· Hukum hudud (hukuman).
· Hukum jual-beli dan perjanjian.
· Hukum tata Negara/kepemerintahan
· Hukum makanan dan penyembelihan.
· Hukum aqdiyah (pengadilan).
· Hukum jihad (peperangan).
· Hukum dauliyah (antarbangsa).
1.2.
Hadist
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal
dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah
berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai
penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
· Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
· Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
· Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan
Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
· Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan
akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan
2.
Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder
2.1.
Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti
mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan
ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist.
Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist.
Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat
di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan
akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
· Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat.
Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi
Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara
dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama
para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
· Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan
menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya
untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok
masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat
23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak
diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul
karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
· Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas
lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima
untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu
perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak,
kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad.
Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau
keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,
sedangkan barangnya dikirim kemudian.
· Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun
menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan
manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh
umat Islam demi kemaslahatan umat.
· Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut
istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram
demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti
ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk
bahkan menjadi kebiasaan.
· Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah
ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan
hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu
atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan
sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah
bila tidak berwudhu.
· Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si
pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya
tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual
dan pembeli.
Referensi :
2.
http\\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
3. Alquran dan Terjemahannya, 1971:
Saudi Arabia
4. M.Quraish Shihab, Membumikan
Alquran
5. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadist
No comments:
Post a Comment
Hanya anggota Blog Yang Dapat Memberikan Komentar, Komentar yang belum tampil akan dicek terlebih dahulu oleh Admin.
Terima Kasih Atas Komentarnya